Jakarta - Detak jarum jam menunjukan pukul 23.00 WIB, Senin (18/11). Masih banyak pengendara sepeda motor yang hilir mudik. Tapi, ada seorang berpakaian seksi mejeng sendirian di dekat halte Transjakarta Latuharhari, Jakarta Pusat.
Mengenakan pakaian ketat merah serta rok mini, ia terlihat mencolok perhatian bagi yang melintas di jalan. Bokong dan dadanya terlihat berisi sehingga seperti wanita seksi yang genit menggoda.
Wig rambut palsunya selalu dielus-elus oleh tangan kanannya. Sementara, tangan kirinya terlihat sibuk melambaikan untuk isyarat siap memberikan pelayanan. “Ayo sini dong,” katanya dengan suara lantang kepada pengendara yang melintas.
Pria jadi wanita atau waria ini terlihat seperti wanita tulen. Dandanan menor dengan lipstik seolah-olah menghapus sementara kodratnya sebagai pria. Kondisi menyangkut kodrat sebagai seorang manusia inilah yang selama ini menjadi persoalan tersendiri bagi kaum waria di Nusantara.
Ketua Forum Komunikasi Waria Indonesia, Yulianus Rotteblout, atau yang akrab disapa Mami Yuli ini mengungkapkan banyaknya permasalahan yang dihadapi waria.
Masalah-masalah tersebut dari mulai ketika mengalamai sakit parah, waria yang positif HIV atau ODHA hingga permasalahan sulitnya menguburkan jika waria meninggal dunia. Menurutnya, waria sulit dikebumikan karena tidak memiliki kartu identitas KTP.
“Masalah itu terus ada lagi, bahkan kita dapat masalah karena waria ini untuk dikubur saja sulit, kenapa? Karena mereka gak punya ID card atau KTP," ujar Mami Yuli saat ditemui detikcom, Senin (18/11).
"Mereka tidak punya pegangan istilahnya harus ditaruh di mana, makanya dengan adanya rumah singgah ini, kami merujuk ke kepolisian, kemudian kepolisian memberi rekomendasi untuk diantar ke RSCM kemudian dikuburkan," lanjut sang pendiri rumah singgah untuk waria-waria yang sudah jompo ini.
Karena persoalan ini terjadi terus menerus pada komunitas waria, Mami Yuli menjelaskan, maka pihaknya tergerak untuk mendirikan rumah khusus waria jompo. "Separah ini kah nasib kita?" tuturnya.
Lebih lanjut warga asal Papua ini mengatakan perlakuan diskriminasi yang diterima kaum waria bahkan juga untuk hal-hal yang sebenarnya bersifat sepele. Seperti jika ingin ke toilet atau kamar mandi baik di mal maupun di tempat-tempat lainnnya.
“Kita mau masuk kamar mandi aja diskriminasi itu ada, masuk kamar mandi perempuan, sama Satpamnya gak boleh, masuk kamar mandi laki-laki, Satpamnya gak boleh juga,” katanya.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) membenarkan banyaknya diskriminasi yang dialami kaum waria. Ketua Komnas HAM, Siti Noorlaila, mengatakan diskriminasi masih kerap terjadi dalam banyak aspek kehidupan waria.
“Bahkan dibanding kelompok LGBTI (lesbian, gay, biseksual, transgender dan interseksual), waria lebih rentan dibandingkan dengan gay dan lesbian,” ujar dia.
Diskriminasi yang paling kentara adalah dalam bidang pekerjaan. “Peran negara yang tidak boleh mengkriminalkan, memang tidak ya. Tapi soal pekerjaan, banyak teman-teman waria yang melamar pekerjaan ditolak karna waria, misalnya emang ada pegawai dan PNS waria, kan tidak ada,” kata Siti kepada detikcom seraya menegaskan akibat diskriminasi itu posisi waria pun makin terpojok.